Wednesday, March 26, 2014

Sepotong Pelangi yang Terluka (Part 1)

Saat ini seharusnya aku sibuk mengatur jadwal, merapikan buku yang menumpuk, membebaskan ruangan dari debu dan pekerjaan ekstra keras lainnya. Sayangnya, separuh hariku habis untuk browsing dan game di handphone yang beberapa waktu lalu aku beli dengan kerja kerasku selama bekerja di suatu perusahaan IT.

Yah, dunia digital memang selalu mempesona dan layaknya lem mengikat dan merekatkan sampai enggan untuk berpaling. Termasuk aku.   Aku yang sudah berjam-jam duduk dan memelototi layar komputer di kantor saja masih kuat harus berlama-lama menatap layar ini. Layar yang beberapa hari belakangan balas menatapku tanpa lelah.

Belum bosan aku twitteran, fesbukan, atau browsingan, sekarang aku sudah mengupgrade pengetahuan tentang medsos dan membuat akun baru di path, instagram, twoo, apapun yang membuat waktuku berlalu dengan cepatnya.

Baru sebulan kemarin aku menjual BB kesayanganku. Sudah tidak berguna. Toh aku masih bisa bbman di smartphone ini. Meski harus repot menginvite semua teman, tapi rasanya tak masalah. Selalu ada banyak waktu untuk hal menyenangkan seperti ini. Lalu satu salam masuk lewat twitter. Sahabat lama. Berbasa-basi seperti puluhan tahun tak bertemu.

@lupita_laksmi apa kabar sayaaaang?

Aku tersenyum lalu membalas dengan ringan.

@senitaranti baik sayaang, kamu apa kabar?

@lupita_laksmi hehe, aku selalu baik. Masih ingat dengan cinta monyet mu dulu?

Aku terdiam. Cinta monyet yang mana?

@senitaranti hey kamu mau bahas apa? Ayuk lanjut bbm..

Setelah saling tukar pin, akhirnya temanku Nita mengirim chatnya.

Kamu masih percaya sama takdir?


Sama cinta yang nggak pernah terbalas itu?

Sama seseorang yang bahkan belum pernah kamu ajak ngobrol sebelumnya?


Semuanya dituliskan bereretan. Cepat sekali. Aku tersenyum. Kenapa mendadak dia antusias begini?

Apa yg lagi merasukimu nit? Sadarr sadaaarr

Aku berusaha mengejar arah pembicaraannya. Tersenyum geli.

Haduuh, kamu nih selalu aja telmi

Masa ga ingat sama mas yg itu?
Cinta pertama dan terakhirmu waktu sma?


Aku menghembuskan nafas. Mana mungkin aku lupa?

Satu tahun yang berarti. Satu tahun yang membuat hodupku lebih berwarna. Satu tahun yang membuat aku merasa begitu berbunga-bunga dan semangat datang ke sekolah. Satu tahun yang, sampai sekarang belum bisa aku lupakan. Betapa lucunya.

Kamu punya kabar soal dia?

Aku menyerah pada keingin tahuanku. Penasaran juga ada angin apa dia menanyakan hal itu tiba-tiba. Mungkin dia membawa berita bagusnya.

Sayangnya engga

Hari ini tepat hari Selasa tanggal 16 Juni
Hari ulang tahunnya bukan?
Dulu kamu senang sekali dapat informasi itu.
Sampai tiap tahun berikutnya masih saja semangat soal tanggal ini.
Mungkin kamu sudah lupa ya?


Aku baru tersadar. Memang baru tersadar. Sudah berapa tahun belakangan aku tak lagi mengingatnya. Mungkin benar kata Nita. Sedikit banyak aku sudah melupakan.

Lah? Apa lagi yang harus aku ingat dari satu tahun yang sudah bertahun lalu itu? Mengingat tak ada artinya. Mengenang apa lagi. Apa yang harus dikenang semuanya tabu dan cuma ilusi.

Aku memelintir badanku sekarang. Pegal. Bbm Nita hanya akan bertanda R tanpa ada balasan malam ini. Terlalu bingung untuk menggambarkan segalanya. Termasuk kenapa sepotong masa lalu itu harus kembali lagi.

0 comments:

Post a Comment

 
;