Saturday, February 28, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Daffodil :: Kau yang Terbaik Untukku





    “Kenapa?” tanya Biaz mendekatkan wajahnya ke wajah Nizi. Nizi melirik wajah itu sebentar, kemudian bermain-main dengan hapenya lagi. Bete!
    “Aku ada salah sama kamu?” tanya cowok berkacamata itu sangat perhatian.     Menyibakkan rambut ceweknya yang menutupi sebagian wajahnya.
    “Kenapa sih Biazz…?!” kata cewek itu getir.
    “Kenapa? Emang kenapa Zi?” tanya cowok itu nggak mengerti.
    “Kan udah aku bilang enggak usah ngasih duit sama Pak Citro! Dia tuh mata duitan! Sekali kamu kasih dia duit, semakin banyak yang dia minta setelah-setelahnya!”
Biaz mengembangkan senyumnya.
    “Ooh, terus?”
    “Ya nggak ada terus-terusan!” jawab Nizi keras. “Lagian Bi, itu kan utangku! Kenapa harus kamu yang ngebayarin! Aku kan bisa kerja keras lagi buat ngebayar utang-utang itu!”
    “Udah lah. Nggak usah dibahas. Masalah sepele begitu.”
    “Karena itu sepele, makanya aku nggak suka nyusahin kamu…” ucap Nizi sedih. “Aku ini emang dasarnya ngerepotin.”
    “Siapa bilang?”
    Nizi makin menundukkan kepalanya.
    “Udah dong, Sayang…. Masalahmu kan berarti masalahku juga. Itu nggak merepotkan kok! Sama sekali nggak merepotkan.”
    Nizi memandang cowoknya dalam-dalam.
    “Kamu emang baik Bi.”

*    *    *

Saturday, February 21, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Acacia :: Hidden Feeling For You





    Aku dan Irham berjalan beriringan saat pulang sekolah. Selalu seperti ini. Dalam keheningan dan kebingungan, mencari topik bicara pun sepertinya nggak ada gunanya. Dia selalu sibuk dengan bacaan di tangannya. Matanya yang menatap lurus-lurus ke bukunya itu, mana mungkin telinganya mau mendengarkan ocehanku.
    Huuff... aku cuman bisa menghela nafas kesal.
    “Oke, aku belok sini.” Kataku akhirnya setelah sampai di pertigaan kompleks yang memisahkan langkah kami.
    “Hmm...” cuman begitu jawabannya. Tiap hari, tiap kali aku pamit.
    Sebel deh! Kok ada sih orang yang sebegini cueknya di dunia ini? Apa salahku coba sampai dia nggak menggubrisku sama sekali?! Kesal! Kesal!
    Aku menaruh sepatuku di rak dengan asal. Tasku aku lempar begitu aja di sofa depan tv. Langsung aku menyambar remot dan menonton acara sore yang sebenarnya nggak begitu menarik perhatianku.
    Kakak cuman memperhatikanku dari dapur dalam diam. Kemudian, setelah merampungkan cucian piringnya, dia segera menemuiku.
    “Ada apa?” tanyanya perhatian.
    Aku melihatnya sebentar, lalu berfikir.
    Di dunia ini, ada orang yang begitu cueknya hidup tanpa sempat memperhatikan orang lain. Di sisi lain, ternyata masih ada orang yang dengan hanya melihat saja bisa langsung tau keadaan orang di sekitarnya. What a world!
    “Kak Virman, tadi gak kuliah ya?”
    “Lira, kamu tau kan kakak paling nggak suka kalo ada yang mengalihkan pembicaraan?”
    Aku tersenyum. “Emang tadi kakak tanya apaan ya?”
Kakakku tersenyum sambil mengacak rambutku.
    “Kamu ini nggak ada yang berubah ya? Udah SMA tapi masih aja kayak anak SD. Apalagi memorinya.”
Aku cemberut. Kakakku malah makin terbahak.
    “Ya udah, yang penting kamu nggak pa-pa. Sekarang makan yuk, kakak udah bikin kare. Tadi kakak juga sempet mampir ke toko beli donat. Jangan cemberut terus ato nggak bakal kakak kasih donat.”
    Aku langsung pasang tampang sumringah mendengar kata-kata donat meluncur dari mulut kakak. Hore! Ada makanan favoritku! Kakak emang selalu tau kapan bikin aku bahagia.
Nggak kayak orang itu!

*    *    *

    Aku meliriknya sekilas. Hari ini pun, meskipun aku nggak ngerasa punya jam yang berdetak di angka yang sama dengan dia, aku berangkat bareng dia lagi. Catatan, LAGI! Tiap hari berangkat bareng, pulang bareng. Tanpa ada komunikasi berarti, membuat dadaku kadang kala terasa sesak. Padahal udah kenal 2 tahun. Semenjak Masa Orientasi Sekolah tahun lalu, sudah genap satu setengah semester kami berangkat dan pulang bareng. Tentu saja kecuali kalo aku nggak masuk atau dia nggak masuk.
    Anehnya, nggak tau kenapa, aku merasa bahagia walau cuman berada di sisinya kayak gini. Tanpa perlu ada kata-kata.
Aku merasa hari ini lebih dingin dari kemarin. Padahal sudah jam setengah tujuh lewat beberapa menit. Tapi matahari belum juga terlihat batang hidungnya. Aku mendengar langkah kaki kami yang serasa jadi raja dan ratu di keheningan ini. Aku meliriknya sekilas. Irham memang cakep yah! Meski tiap hari bertemu, aku bahkan nggak merasa bosan memandanginya yang nggak pernah memperdulikan aku. Ugh, hidup memang ajaib ya kawan.
    “Aww!!” jeritku kecil.

Saturday, February 14, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Sweetpea :: Perpisahan Setelah Pertemuan yang Manis





    “Fer, siapa sih cowok itu? Kok jarang banget keluarnya? Kayak anak pingitan deh!” ujarku pada sepupuku yang 2 tahun lebih muda dariku penasaran.
    Gimana enggak? Cowok yang lagi aku bicarain kali ini, bener-bener… wuah!! Gimana cara ngejelasinnya? Keren, charming, ganteng, oke, cool, apaan lah! Susah ngomongnya! Nggak bisa dicerna dengan kata-kata. Yang jelas… 100% aku banget!
    “Nggak tau, Mbak. Keluarganya emang jarang banget keluar. Udah gitu, cowok itu juga nggak pernah aku liat nongkrong ama anak lain. Kerjanya ya cuman itu. Kadang keluar rumah beli sesuatu di warung, trus pulang, ya… itu!”
    Aku mengangguk-angguk antusias.
    “Tapi masak dia nggak punya temen?”
    “Ya ada sih Mbak… malahan temen-temennya sering main ke rumahnya, gitaran bareng. Cuman kan, tetep aja dia nggak pernah keluar rumah!”
    “Kamu tau namanya?”
    Fera menggelang pelan.
    “Gimana aku bisa tau kalo orangnya aja nggak pernah keluar gitu?”

*    *    *

Sunday, February 8, 2015 0 comments

Perasaanku, Akankah Sampai Padamu? PART 3


    Selepas pulang, Rena langsung diseret ke SOS. Cafe biasa mereka. Belum-belum kedua orang yang membawanya itu menuntut penjelasan.
    “Engga ada apa-apa kok sama kita. Yakin deh. Kita juga baru ngobrol sekali.” Jawab Rena gugup. Kan emang nggak ada apa-apa?
    “Kalian udah pernah ngobrol? Dimana? Kapan?” tanya Hana. “Eh tunggu, itu artinya Tama cowok pertama yang ngobrol sama lu dong?”
    Rena menggeleng. “Kan ada Bagas, Rio.”
    Jia mengelak, “Kamu ngobrol sama mereka kan urusan tugas negara. Tapi apa yang bikin kamu sama Tama ngobrol? Since then, how much both of you talking behind us?” tanya Jia suspicious.
    Rena menggeleng lagi. “Kita cuman pernah ngobrol. Sekali. Udah gitu aja. Dan kita belom ngobrol apa-apa lagi sejak itu.”
    “Sekali tapi rasanya begitu special ya...” Jia dan Hana mulai menggoda temannya yang pemalu itu.
    Rena diam saja sambil pura-pura menghabiskan ice capicinno miliknya.
    “Well then, we hope something good happen between both of you.” Kali ini Jia berkata disertai doa. Tulus.
    “Kita bener-bener pengen lihat kamu bahagia Na. And diatas segalanya, Tama bukan pilihan yang buruk.” Kata Hana sambil menyendokkan potongan sirloin steak ke mulutnya.

--

    Bukan pilihan buruk? Batin Rena lagi. Entah untuk keberapa kalinya. Hari ini fikirannya kurang fokus. Tugas membersihkan lab menjadi pekerjaan berat ditambah teman satu kelompoknya, Dimas dan Putra seperti kebiasaanya, kabur lebih dulu.
    “Loh, kamu masih disini? Bukannya sebentar lagi pelajaran olahraga?” seseorang menyapanya dengan suara yang berhasil membuat Rena menoleh.
    Tama melihat pekerjaan yang masih bertumpuk di tempat cuci.
    “Aku bantu ya.” Ujarnya enteng.
    “Lagi?”
    “Apa maksudnya lagi?”
    “Kamu kan udah nolong aku waktu itu...”
    “Haha, anggap aja waktu itu buat ganti karena kamu udah mau cerita-cerita soal masa lalu kamu.”
    Jadi curhatan berhargaku cuman dituker sama ngangkatin buku ke perpus doang? Batin Rena agak geli.

Saturday, February 7, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Lily of the Valley :: Kau Membuatku Sempurna







 


    “Biaz, ayo Bi! Keluar kelas. Bolos jam pelajaran olah raga yuk!” ajak Nizi yang tiba-tiba nongol dari jendela ruang kelas Biaz.
    Biaz, cowok dingin berambut coklat sedikit berdiri menyambutnya tanpa tengokan bahkan lirikan sedikitpun.
    “Ayo Bi! Ada yang baru di sekolahan ini! Kamu pasti suka deh!” Nizi langsung menarik tangan Biaz tanpa di minta. Melewati koridor sampai akhirnya mereka tiba di gedung paling belakang sekolah. Ada taman kecil di sana. Dan lihat. Ada beberapa ekor kelinci berbulu putih bersih berlarian bebas di sekitar taman mini itu.
    Nizi langsung mengangkat satu kelinci tadi, dan duduk di bangku panjang di bawah pohon cemara besar berdaun lebat. Mau tak mau Biaz ikut duduk di bangku itu.
“Bi, kelincinya lucu ya?”
    Biaz diam. Bingung atas apa yang dikatakan cewek di sampingnya itu. Bingung atas apa yang dilakukannya di tempat asing ini. Bingung karena nggak bisa menolak ajakan cewek itu sedikitpun.
Padahal biasanya dia hanya sendiri. Melakukan semuanya seorang diri. Nggak ada orang yang perduli. Tapi dua minggu ini, cewek satu ini sudah begitu saja hinggap di sisinya. Tanpa dia tau, perlahan cewek itu menyusup ke dalam hatinya.
    Nizi memang sering berlaku semena-mena. Tapi belum pernah rasanya Biaz nyoba nolak ajakan Nizi. Males atau emang gak bisa? Kenapa gak bisa?

*    *    *

    Selalu seperti itu. Hari ini juga. Biaz sudah berada di sebuah toko aksesoris cewek serba pink dan nggak tau harus ngapain. Yang dia tau, sepuluh menit yang lalu dia mengiyakan ajakan seorang cewek beli jepit rambut baru karena jepit lamanya nggak sengaja terjatuh. Dan guess what, Biaz nggak nolak!

Sunday, February 1, 2015 0 comments

Perasaanku, Akankah Sampai Padamu? PART 2

Di saat sebagian besar cewek SMA jaman sekarang sudah begitu beraninya nembak cowok duluan, ternyata masih ada sebagian kecil seperti Rena yang jangankan mendekat. Di dekati saja dia suka ngabur lebih dulu. Mungkin sebenarnya bukan karena nggak suka. Tapi dia begitu pemalu. Dan jarang mendapat perhatian spesial dari lawan jenis kecuali yang berhubungan darah dengannya. Dia lulus dari akademi yang semua muridnya perempuan dari SD sampai SMP. Mungkin hal itu yang menjadi penyebab dia begitu canggung berada dekat dengan lawan jenisnya.

Hal aneh ini justru membuat Tama, cowok dengan predikat naik daun sejak dia bergabung di klub sepak bola tahun lalu itu menjadi bak selebritis yang digandrungi semua kalangan bahkan kakak kelas (?), malah terkesan dengan sikapnya itu. Ya, buatnya yang selalu jadi pujaan di sana-sini, dikejar-kejar cewek, diberi ini itu tanpa perlu harus minta, ditembak lebih dulu, cewek macam Rena mungkin cuman ada 1 di SMANSA, bahkan di dunia. Mana ada yang tak jatuh hati sama cowok jago olahraga, ganteng, dan akademiknya bagus pula kayak dia? Mungkin cuman Rena dan cewek rabun lain.

Sebenarnya bukan tidak tertarik. Tapi Rena tak tahu harus mendekat dengan alasan apa. Baginya terlalu keras kepala kalau ingin mendekat dengan alasan berteman. Apalagi kalau untuk menyatakan perasaan duluan. Wah, bisa jadi udang rebus mukanya! Malu bos...
 
;