Saturday, February 14, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Sweetpea :: Perpisahan Setelah Pertemuan yang Manis





    “Fer, siapa sih cowok itu? Kok jarang banget keluarnya? Kayak anak pingitan deh!” ujarku pada sepupuku yang 2 tahun lebih muda dariku penasaran.
    Gimana enggak? Cowok yang lagi aku bicarain kali ini, bener-bener… wuah!! Gimana cara ngejelasinnya? Keren, charming, ganteng, oke, cool, apaan lah! Susah ngomongnya! Nggak bisa dicerna dengan kata-kata. Yang jelas… 100% aku banget!
    “Nggak tau, Mbak. Keluarganya emang jarang banget keluar. Udah gitu, cowok itu juga nggak pernah aku liat nongkrong ama anak lain. Kerjanya ya cuman itu. Kadang keluar rumah beli sesuatu di warung, trus pulang, ya… itu!”
    Aku mengangguk-angguk antusias.
    “Tapi masak dia nggak punya temen?”
    “Ya ada sih Mbak… malahan temen-temennya sering main ke rumahnya, gitaran bareng. Cuman kan, tetep aja dia nggak pernah keluar rumah!”
    “Kamu tau namanya?”
    Fera menggelang pelan.
    “Gimana aku bisa tau kalo orangnya aja nggak pernah keluar gitu?”

*    *    *

Sunday, February 8, 2015 0 comments

Perasaanku, Akankah Sampai Padamu? PART 3


    Selepas pulang, Rena langsung diseret ke SOS. Cafe biasa mereka. Belum-belum kedua orang yang membawanya itu menuntut penjelasan.
    “Engga ada apa-apa kok sama kita. Yakin deh. Kita juga baru ngobrol sekali.” Jawab Rena gugup. Kan emang nggak ada apa-apa?
    “Kalian udah pernah ngobrol? Dimana? Kapan?” tanya Hana. “Eh tunggu, itu artinya Tama cowok pertama yang ngobrol sama lu dong?”
    Rena menggeleng. “Kan ada Bagas, Rio.”
    Jia mengelak, “Kamu ngobrol sama mereka kan urusan tugas negara. Tapi apa yang bikin kamu sama Tama ngobrol? Since then, how much both of you talking behind us?” tanya Jia suspicious.
    Rena menggeleng lagi. “Kita cuman pernah ngobrol. Sekali. Udah gitu aja. Dan kita belom ngobrol apa-apa lagi sejak itu.”
    “Sekali tapi rasanya begitu special ya...” Jia dan Hana mulai menggoda temannya yang pemalu itu.
    Rena diam saja sambil pura-pura menghabiskan ice capicinno miliknya.
    “Well then, we hope something good happen between both of you.” Kali ini Jia berkata disertai doa. Tulus.
    “Kita bener-bener pengen lihat kamu bahagia Na. And diatas segalanya, Tama bukan pilihan yang buruk.” Kata Hana sambil menyendokkan potongan sirloin steak ke mulutnya.

--

    Bukan pilihan buruk? Batin Rena lagi. Entah untuk keberapa kalinya. Hari ini fikirannya kurang fokus. Tugas membersihkan lab menjadi pekerjaan berat ditambah teman satu kelompoknya, Dimas dan Putra seperti kebiasaanya, kabur lebih dulu.
    “Loh, kamu masih disini? Bukannya sebentar lagi pelajaran olahraga?” seseorang menyapanya dengan suara yang berhasil membuat Rena menoleh.
    Tama melihat pekerjaan yang masih bertumpuk di tempat cuci.
    “Aku bantu ya.” Ujarnya enteng.
    “Lagi?”
    “Apa maksudnya lagi?”
    “Kamu kan udah nolong aku waktu itu...”
    “Haha, anggap aja waktu itu buat ganti karena kamu udah mau cerita-cerita soal masa lalu kamu.”
    Jadi curhatan berhargaku cuman dituker sama ngangkatin buku ke perpus doang? Batin Rena agak geli.

Saturday, February 7, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Lily of the Valley :: Kau Membuatku Sempurna







 


    “Biaz, ayo Bi! Keluar kelas. Bolos jam pelajaran olah raga yuk!” ajak Nizi yang tiba-tiba nongol dari jendela ruang kelas Biaz.
    Biaz, cowok dingin berambut coklat sedikit berdiri menyambutnya tanpa tengokan bahkan lirikan sedikitpun.
    “Ayo Bi! Ada yang baru di sekolahan ini! Kamu pasti suka deh!” Nizi langsung menarik tangan Biaz tanpa di minta. Melewati koridor sampai akhirnya mereka tiba di gedung paling belakang sekolah. Ada taman kecil di sana. Dan lihat. Ada beberapa ekor kelinci berbulu putih bersih berlarian bebas di sekitar taman mini itu.
    Nizi langsung mengangkat satu kelinci tadi, dan duduk di bangku panjang di bawah pohon cemara besar berdaun lebat. Mau tak mau Biaz ikut duduk di bangku itu.
“Bi, kelincinya lucu ya?”
    Biaz diam. Bingung atas apa yang dikatakan cewek di sampingnya itu. Bingung atas apa yang dilakukannya di tempat asing ini. Bingung karena nggak bisa menolak ajakan cewek itu sedikitpun.
Padahal biasanya dia hanya sendiri. Melakukan semuanya seorang diri. Nggak ada orang yang perduli. Tapi dua minggu ini, cewek satu ini sudah begitu saja hinggap di sisinya. Tanpa dia tau, perlahan cewek itu menyusup ke dalam hatinya.
    Nizi memang sering berlaku semena-mena. Tapi belum pernah rasanya Biaz nyoba nolak ajakan Nizi. Males atau emang gak bisa? Kenapa gak bisa?

*    *    *

    Selalu seperti itu. Hari ini juga. Biaz sudah berada di sebuah toko aksesoris cewek serba pink dan nggak tau harus ngapain. Yang dia tau, sepuluh menit yang lalu dia mengiyakan ajakan seorang cewek beli jepit rambut baru karena jepit lamanya nggak sengaja terjatuh. Dan guess what, Biaz nggak nolak!

Sunday, February 1, 2015 0 comments

Perasaanku, Akankah Sampai Padamu? PART 2

Di saat sebagian besar cewek SMA jaman sekarang sudah begitu beraninya nembak cowok duluan, ternyata masih ada sebagian kecil seperti Rena yang jangankan mendekat. Di dekati saja dia suka ngabur lebih dulu. Mungkin sebenarnya bukan karena nggak suka. Tapi dia begitu pemalu. Dan jarang mendapat perhatian spesial dari lawan jenis kecuali yang berhubungan darah dengannya. Dia lulus dari akademi yang semua muridnya perempuan dari SD sampai SMP. Mungkin hal itu yang menjadi penyebab dia begitu canggung berada dekat dengan lawan jenisnya.

Hal aneh ini justru membuat Tama, cowok dengan predikat naik daun sejak dia bergabung di klub sepak bola tahun lalu itu menjadi bak selebritis yang digandrungi semua kalangan bahkan kakak kelas (?), malah terkesan dengan sikapnya itu. Ya, buatnya yang selalu jadi pujaan di sana-sini, dikejar-kejar cewek, diberi ini itu tanpa perlu harus minta, ditembak lebih dulu, cewek macam Rena mungkin cuman ada 1 di SMANSA, bahkan di dunia. Mana ada yang tak jatuh hati sama cowok jago olahraga, ganteng, dan akademiknya bagus pula kayak dia? Mungkin cuman Rena dan cewek rabun lain.

Sebenarnya bukan tidak tertarik. Tapi Rena tak tahu harus mendekat dengan alasan apa. Baginya terlalu keras kepala kalau ingin mendekat dengan alasan berteman. Apalagi kalau untuk menyatakan perasaan duluan. Wah, bisa jadi udang rebus mukanya! Malu bos...
Saturday, January 31, 2015 0 comments

[Cerpen] The Language of Flower Series - Marigold :: Jealousy



“Nanti siang aku ke rumahmu deh! Eh, nggak-enggak. Sore aja. Jam 4-an, kalo enggak ya 5-an.” Tegas Hero sekali lagi dari seberang.
Revina menguap. “Oke. Met jumpa nanti sore.” Tutupnya. Tanpa menunggu jawaban balasan dari seberang, Revi sudah menekan tombol merah di hapenya.
Hero menghembuskan nafas maklum. Tadi si Revi memang laporan kalo dia lagi nggak enak badan. Apalagi akhir-akhir ini, nggak tau kenapa, rasanya jauh…


*    *    *

Jam 4 lebih seperempat Hero sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Revi sendiri yang membukakan pintu. Saat ditatapnya siapa yang datang, Revi mempersilahkan dia masuk begitu saja bahkan tanpa melihat wajahnya.
Hero menghela nafas lagi. Lalu mengikuti Revi yang terduduk di sofa memeluk bantal kursinya yang lembut.
“Aku bawakan apel kesukaan kamu.” Kata Hero lagi sambil menaruh bungkusan plastik di atas meja. Revi terdiam. Hanya menatap bungkusan itu dengan tatapan kosong.
Hero jadi bingung mau mengatakan apa. Sekarang dia hanya terdiam mengikuti Revi yang juga mematung menatap langit-langit. Tanpa kata.
Tadi dia sempet telat karena mengantar teman ‘baiknya’ yang baru pergi nyari buku di Gramed. Revi tau itu. Tapi dia cepat-cepat mengutuki dirinya sendiri karena tau Hero pergi sama cewek lain. Lebih baik buatnya untuk nggak tau sama sekali dari pada tau tapi berpura-pura nggak tau kayak gini. Hatinya jadi panas. Mengikuti temperatur badannya yang meninggi.
Hero menatap ceweknya penuh rasa bersalah. ‘Apa aku udah keterlaluan ya?’ begitu batinnya berulang-kali. Sampai akhirnya, karena kekosongan dan kesunyian itu nggak berhenti melanda, akhirnya Hero pamit.
“Oke, moga kamu cepet sembuh ya…”
“Ro…!” panggil Revi ragu melihat Hero akan beranjak dari duduknya.
“Ya?” Hero menengok.

 
;