Tuesday, July 8, 2014

Be Well, Be Happy Up There..



Mulanya aku tak suka kehadirannya. Binatang berbulu tebal berwarna kecoklatan dengan mata bulat sempurna yang pupilnya bisa menyesuaikan cahaya itu seperti ingin menelanku hidup-hidup. Bukan dari jenisnya saja yang aku benci. Aku hampir tidak suka semua binatang. Apapun jenisnya. Aku semacam takut dan mengira kami terlalu berbeda dan saling tidak bisa mengerti satu sama lain.

Tapi, kucing 8 bulan yang diberi nama Haebum (baca: Hebum) oleh sang adik (karena waktu itu dia menyukai sosok kucing peliharaan Heechul Suju), seperti menatapku berbeda.
Memang pada mulanya kami tak begitu akrab. Bahkan aku rasa bukan cuma aku yang takut akan keberadaan satu sama lain, tapi dia juga. Maka pada pertama kali kami bertemu, aku melihatnya dari jeruji kandang yang dipersiapkan untuknya. Jeruji yang terlampau kecil dan hampir membatasi ruang geraknya. Dan aku melihat sepasang mata itu. Ada rasa khawatir, ragu, cemas, takut pada orang yang baru dia temui, persis seperti apa yang aku rasakan. Dan wajahnya memohon untuk dilepaskan dari sangkar yang mengurungnya ini, begitu iba.

---



Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku baru sampai di stasiun Solo Balapan. Artinya aku sampai telat 1 jam dari jadwal. Entah kenapa perkereta apian Indonesia masih begitu suka ngaret begini. Untung keluargaku tidak harus menunggu terlalu lama. Aku mengabari mereka untuk tidak menjemput lebih awal karena yakin kereta tak akan sampai tepat waktu.
Kusalami mereka satu persatu. Ayah, Ibu, Fia. Seharusnya ada anggota keluarga satu lagi di sini. Tapi sepertinya belum jadwalnya pulang sekarang. Ratna, dia merantau sepertiku. Walau kota tujuannya hanya Jogja yang berjarak 1 jam perjalanan kereta, tapi jadwal padat membuat kadang di Sabtu Minggu pun dia tidak bisa pulang. Maka jadilah di rumah hanya tinggal 3 orang.

Sedang aku, yang sekarang menjadi mahasiswa transfer di Gunadarma, tinggal di Depok. Jauh dan memiliki sedikit sekali kesempatan untuk pulang. Maka momen pulang tentu jadi hal istimewa yang bisa kumiliki.

Sesampainya di rumah, aku lantas mengganti baju dan mandi air hangat. Melewati kandang Haebum tanpa suara. Aku sudah terbiasa kontak fisik dengannya sejak awal pertemuan kami waktu itu. Ya, dia suka sekali manja-manja dengan cara seperti mengusap-usapkan tubuhnya di kaki atau bagian tubuh orang lain. Dan ini tentu jadi hal membanggakan bagiku, karena selama ini aku belum pernah sama sekali menyentuh binatang. Dan ternyata, bisa menyentuhnya adalah hal indah. Tubuhnya yang dipenuhi bulu begitu halus, lembut, dan dia begitu senang waktu diusap-usap pada bagian kepala dan dekat leher. Mungkin keputusan Fia untuk memiliki binatang peliharaan boleh juga.

Alasan sebenarnya kucing perkawinan ras persian dan ras jawa lokal ini ada di rumah ini adalah karena ada rekan kerja Ayah di kantor yang mau memberi gratis. Karena di rumahnya sudah dipenuhi kucing, mungkin bagi keluarga mereka akan sangat memudahkan bila membagikan sebagian yang dimiliki. Dan rumah kami terasa begitu kosong tanpa kehadiranku dan Ratna. Ditambah Fia bukan anak yang cerewet, rumah menjadi suatu tempat yang sunyi. Mungkin juga Ibu sudah tidak betah lama-lama ditinggal sendiri begitu sunyi. Akan sangat menyenangkan bila di rumah ada yang bisa menjadi teman dan bunyi-bunyian.

Nama Haebum sendiri sungguh tidak dapat kuprediksi. Waktu itu aku ingat pernah membawa sindrom korea kepada adikku. Tapi aku tak menyangka efeknya akan sampai seperti ini. Dan nama aneh itu semakin terdengar aneh waktu orang tuaku dengan logat jawa medok melafalkannya. Lucu. Asing.

Tapi sebenarnya ini bukan kali pertama kita menamai hewan peliharaan. Ratna pernah punya seekor hamster yang dibelinya waktu piknik SMP ke Bandung. Harganya yang murah dan biaya perawatan yang terjangkau membuat orangtua kami akhirnya mengijinkannya merawat si hamster lucu ini. Dan bila ingin tahu namanya siapa, kunamai dia dengan panggilan Hyde. Jika kalian tahu vokalis ngetop groupband Jepang ternama Laruku atau L'arc en Ciel, kalian pasti pernah dengar nama ini. Tapi karena pada dasarnya kami orang kampung, penyebutannya pun berubah menjadi hi-dhe. Sangat jawanis.

Aku lupa berapa lama tepatnya Hyde bersama kami. Yang jelas, Fia jadi satu-satunya anak yang begitu terpukul waktu mendengar dan menyaksikan Hyde akhirnya mati. Mungkin sakit. Entah. Saat itu, bahkan kita tak punya pikiran untuk memeriksakannya ke dokter karena menganggap itu hal enteng. Lagipula itu binatang murah. Jadi jika sudah saatnya mati ya sudah. Kita benar-benar awam soal pemeliharaan binatang kesayangan.

Waktu Hyde pergi, sepertinya membawa luka yang dalam untuk Fia. Dia tak berhenti menangis dan mengasihani binatang malang itu. Dia masih kecil saat kita punya binatang peliharaan. Tingkahnya yang polos dan lugu benar-benar menyukai Hyde seperti mainan baru yang begitu dia sayangi. Makanya waktu Hyde pergi, dia sedih dan terpukul. Aku merasa menyesal sekarang menertawakan tingkah polosnya menangisi Hyde. Bagiku, dia hanya semacam peliharaan yang jika sudah harus mati ya sudah. Mau apa lagi?

Tapi Ibuku mengatakan bahwa memang semua makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Memang di sana lah letak kesulitan mempunyai binatang peliharaan. Kita harus senantiasa merawat, menyayangi, dan yang lebih penting memperhatikan makanan dan kesehatannya. Karena bila lalai sedikit saja, dia akan mati.

Mungkin Ratna merasa bersalah karena hamster miliknya itu mati karena sakit. Padahal aku tahu dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawatnya. Itu sebabnya sampai sekarang dia tak ingin punya peliharaan lagi.

Tapi waktu Haebum datang ke rumah, rasanya ada perubahan besar yang terjadi. Karena Fia sudah bisa mengobati rasa sedihnya ditinggal mati Hyde, maka kita memutuskan untuk mempunyai peliharaan lagi.

Haebum benar-benar dimanjakan dan diperlakukan bak Raja. Dia sekarang sudah memiliki kandang yang lebih besar, dia punya merk sampo yang wangi, punya merk makanan kesukaan sendiri, vitamin, mainan, dan kadang kala diperiksakan ke dokter untuk mengobati sakitnya. Benar-benar kucing istimewa. Kita semua benar-benar menyukai aegyo kucing manis ini kala bermanja-manjaan, minta dielus, atau ingin keluar kandang. Dan Haebum menjadi kucing pertama yang tidak bisa kubenci karena alasan apapun.

Meski merawat kucing susah, tak ada yang kerepotan menerima Haebum menjadi bagian dari keluarga ini. Dia sudah seperti anak laki-laki di keluarga yang kesemua anaknya cewek ini. Fia menganggap Haebum adik laki-lakinya. Dan Ayah sangat dekat denganya sampai-sampai waktu Ayah tidur, kucing manis itu selalu ikut terbaring di sampingnya. Bergaya telentang sama persis seperti yang Ayah lakukan.

Aku belum bisa sedekat itu dengan Haebum. Kadang aku masih kagetan dan takut-takut untuk menyentuhnya terlebih dahulu. Belum terbiasa dengan binatang ini walau sudah lebih dari 2 kali aku bertemu saat pulkam.

Ya, pandangan hidupku tentang kucing berubah sejak aku bertemu dengan si coklat putih ini. Haebum.
---
Haebum keluar rumah. Hilang. Dan kita semua panik mencarinya. Ternyata kucing ini cukup cerdik untuk memanjat dan mencari celah sempit untuknya keluar rumah. Setelah hampir setengah jam berteriak-teriak memanggil namanya, akhirnya batang hidungnya muncul juga. Karena area sebelah rumah adalah ladang yang sedang ditanami tebu, cukup sulit juga melihat pergerakan hewan mungil ini. Saat dia ditemukan, sebagai hukuman dia harus tinggal di kandang dan tidak boleh keluar sehari setelah itu. Dari sana, kita membuat peraturan untuk tidak membuka pintu atau celah apapun agar si manis ini tidak seenaknya keluyuran. Peraturan yang cukup ketat bukan? :)

Nah, kesukaannya yang lain selain jalan-jalan di ladang sebelah rumah adalah standby di sebelah Ayah yang mau pergi ke masjid dengan memakai sarung. Setelah adan Magrib, Haebum akan menunggu di pintu depan untuk mengantar Ayah pergi. Bahkan dia sudah bersiap-siap waktu tahu Ayah mulai memakai sarungnya.

Satu hal yang sangat dia hafal adalah bunyi pintu gerbang. Saat dibuka, gerbang rumah akan berbunyi gesekan yang lumayan keras terdengar bahkan sebelum si tamu mengetok pintu atau memencet bel. Saat itu juga dia akan lari mendului kita yang akan membuka pintu. Mungkin dia begitu ingin main keluar. Dan dia akan sigap disana waktu si pemilik, Fia, pulang sekolah. Dia selalu menunggunya dibalik pintu. Dan setelah Fia berganti baju, dia akan cuddling di pakaian kotor Fia. Entah kenapa dia suka sekali bau badan Fia. Di antara keluarga kami, memang Fia lah yang paling dekat dengannya. Waktu dengan Fia, tak ada sedikitpun canggung atau takut. Dia begitu mempercayai Fia. Mungkin, sebagai sahabat baiknya.

---

Kepulanganku kali ini pun karena aku punya waktu kosong ujian di Gunadarma. Karena aku belum punya pekerjaan lagi, aku merasa perlu untuk pulang selagi banyak waktu luang. Toh, kalau aku sudah bekerja atau berumah tangga dengan lelaki lain aku akan sulit untuk menikmati waktu bersama dengan keluarga seperti sekarang.

Saat itu aku tak sadar ada perubahan banyak pada Haebum. Dia tambah kurus, susah makan, dan suhu tubuhnya kurang stabil. Dia masih manja dan enerjik seperti biasanya. Aku sama sekali tak mengira inilah terakhir kalinya aku bisa bertemu Haebum lagi.
Aku masih tak percaya waktu membaca sms Bapak jika Haebum sudah pergi. Memang, beberapa hari yang lalu Ibu menginfokan kalau Haebum sakit dan diperiksa oleh dokter. Tapi kalau ternyata sampai sekarat dan mati, aku benar-benar terkejut.

Pasalnya rasanya baru kemarin aku mengelus dan memanja dia. Baru kemarin rasanya kita begitu dekat. Baru kemarin rasanya aku memutuskan mengajak Fia membersikan kandang si Haebum karena sejak pertama kalinya dibeli kandang itu sama sekali belum dibersihkan. Baru kemarin rasanya melihat tubuhnya basah oleh air karena dimandikan, dan mencium wangi samponya yang enak. Rasanya baru kemarin. Dan mengingat itu semua membuat air mataku tak bisa dibendung, mengalir deras.

Haebum benar-benar kita cintai. Bukan sebagai hewan peliharaan belaka namun sebagai bagian dari keluarga. Dia mengisi hari-hari yang kosong dengan polah tingkahnya yang lucu dan menggemaskan. Dia menemani Fia yang kesepian dirumah, menjadi teman sejawat Ayah, dan memberikan suara pada rumah kami yang sepi. Bagi kami, Haebum adalah segalanya yang kami miliki.

Entah sejak kapan aku merasa sesayang ini sama dia. Tapi mengingat adikku akan terluka lagi, dan ada bagian dari keluarga kami yang kurang, membuatku tak habis-habis bersedih. Meski suatu saat kita akan punya peliharaan baru lagi, tapi kami tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Haebum di hati kami. Kami merasa sangat kehilangan, bahkan Ibu bilang Ayah juga menangis karena kematian kucing manis itu.

Mungkin begini rasanya kehilangan sesuatu yang menjadi kesayangan kita. Berkat Haebum aku jadi paham mengapa banyak orang yang rela memberikan treatment terbaik untuk peliharaan mereka walau mahal, kebingungan disaat peliharaan mereka hilang sampai rela menghubungi polisi untuk mencarinya, dan begitu bersedih saat harus berpisah, apalagi ditinggal mati.

Sekarang aku bisa merasakannya. Bahwa makhluk ciptaan Allah itu bernyawa. Dan sudah sepantasnya kita memperlakukan mereka sepantasnya. Dan mereka bisa jadi sangat menyayangi kita, sebagaimana kita menyayangi mereka, jika kita perlakukan mereka dengan baik. Karena bagi mereka, kita ini bukan hanya sekedar majikan, tapi seseorang yang mereka percaya sepenuh hati untuk selalu bersama hingga tiada nanti.

Farewell Haebum, my newest and dearest family member, a naughty yet charming cat. Althought the companion of us all kinda short, but we really happy to look out for you. We really sad you're gone. We hope you have a better life there. You'll never be replaced in our heart forever. You taught me everything I didn't know before. You make my heart flutter. You make me believe that being with you is the most adorable and magical thing could happen into my life for the first time. Thank you for coming to us. Thank you for everything. :)

---

08.06.2014
In memoriam of Haebum. A nice and cutey cat.


0 comments:

Post a Comment

 
;