Mulanya aku tak
suka kehadirannya. Binatang berbulu tebal berwarna kecoklatan dengan mata bulat
sempurna yang pupilnya bisa menyesuaikan cahaya itu seperti ingin menelanku
hidup-hidup. Bukan dari jenisnya saja yang aku benci. Aku hampir tidak suka
semua binatang. Apapun jenisnya. Aku semacam takut dan mengira kami terlalu
berbeda dan saling tidak bisa mengerti satu sama lain.
Tapi, kucing 8 bulan
yang diberi nama Haebum (baca: Hebum) oleh sang adik (karena waktu itu dia
menyukai sosok kucing peliharaan Heechul Suju), seperti menatapku berbeda.
Memang pada
mulanya kami tak begitu akrab. Bahkan aku rasa bukan cuma aku yang takut akan
keberadaan satu sama lain, tapi dia juga. Maka pada pertama kali kami bertemu,
aku melihatnya dari jeruji kandang yang dipersiapkan untuknya. Jeruji yang
terlampau kecil dan hampir membatasi ruang geraknya. Dan aku melihat sepasang
mata itu. Ada rasa khawatir, ragu, cemas, takut pada orang yang baru dia temui,
persis seperti apa yang aku rasakan. Dan wajahnya memohon untuk dilepaskan dari
sangkar yang mengurungnya ini, begitu iba.
---
Jam sudah
menunjukkan pukul 7 malam. Aku baru sampai di stasiun Solo Balapan. Artinya aku
sampai telat 1 jam dari jadwal. Entah kenapa perkereta apian Indonesia masih
begitu suka ngaret begini. Untung keluargaku tidak harus menunggu terlalu lama.
Aku mengabari mereka untuk tidak menjemput lebih awal karena yakin kereta tak
akan sampai tepat waktu.
Kusalami mereka
satu persatu. Ayah, Ibu, Fia. Seharusnya ada anggota keluarga satu lagi di
sini. Tapi sepertinya belum jadwalnya pulang sekarang. Ratna, dia merantau
sepertiku. Walau kota tujuannya hanya Jogja yang berjarak 1 jam perjalanan
kereta, tapi jadwal padat membuat kadang di Sabtu Minggu pun dia tidak bisa
pulang. Maka jadilah di rumah hanya tinggal 3 orang.
Sedang aku, yang
sekarang menjadi mahasiswa transfer di Gunadarma, tinggal di Depok. Jauh dan
memiliki sedikit sekali kesempatan untuk pulang. Maka momen pulang tentu jadi
hal istimewa yang bisa kumiliki.
Sesampainya di
rumah, aku lantas mengganti baju dan mandi air hangat. Melewati kandang Haebum
tanpa suara. Aku sudah terbiasa kontak fisik dengannya sejak awal pertemuan
kami waktu itu. Ya, dia suka sekali manja-manja dengan cara seperti
mengusap-usapkan tubuhnya di kaki atau bagian tubuh orang lain. Dan ini tentu
jadi hal membanggakan bagiku, karena selama ini aku belum pernah sama sekali
menyentuh binatang. Dan ternyata, bisa menyentuhnya adalah hal indah. Tubuhnya
yang dipenuhi bulu begitu halus, lembut, dan dia begitu senang waktu
diusap-usap pada bagian kepala dan dekat leher. Mungkin keputusan Fia untuk
memiliki binatang peliharaan boleh juga.
Alasan
sebenarnya kucing perkawinan ras persian dan ras jawa lokal ini ada di rumah
ini adalah karena ada rekan kerja Ayah di kantor yang mau memberi gratis.
Karena di rumahnya sudah dipenuhi kucing, mungkin bagi keluarga mereka akan
sangat memudahkan bila membagikan sebagian yang dimiliki. Dan rumah kami terasa
begitu kosong tanpa kehadiranku dan Ratna. Ditambah Fia bukan anak yang
cerewet, rumah menjadi suatu tempat yang sunyi. Mungkin juga Ibu sudah tidak
betah lama-lama ditinggal sendiri begitu sunyi. Akan sangat menyenangkan bila
di rumah ada yang bisa menjadi teman dan bunyi-bunyian.
Nama Haebum
sendiri sungguh tidak dapat kuprediksi. Waktu itu aku ingat pernah membawa
sindrom korea kepada adikku. Tapi aku tak menyangka efeknya akan sampai seperti
ini. Dan nama aneh itu semakin terdengar aneh waktu orang tuaku dengan logat
jawa medok melafalkannya. Lucu. Asing.
Tapi sebenarnya
ini bukan kali pertama kita menamai hewan peliharaan. Ratna pernah punya seekor
hamster yang dibelinya waktu piknik SMP ke Bandung. Harganya yang murah dan
biaya perawatan yang terjangkau membuat orangtua kami akhirnya mengijinkannya
merawat si hamster lucu ini. Dan bila ingin tahu namanya siapa, kunamai dia
dengan panggilan Hyde. Jika kalian tahu vokalis ngetop groupband Jepang ternama
Laruku atau L'arc en Ciel, kalian pasti pernah dengar nama ini. Tapi karena
pada dasarnya kami orang kampung, penyebutannya pun berubah menjadi hi-dhe.
Sangat jawanis.
Aku lupa berapa
lama tepatnya Hyde bersama kami. Yang jelas, Fia jadi satu-satunya anak yang
begitu terpukul waktu mendengar dan menyaksikan Hyde akhirnya mati. Mungkin
sakit. Entah. Saat itu, bahkan kita tak punya pikiran untuk memeriksakannya ke dokter
karena menganggap itu hal enteng. Lagipula itu binatang murah. Jadi jika sudah
saatnya mati ya sudah. Kita benar-benar awam soal pemeliharaan binatang
kesayangan.
Waktu Hyde
pergi, sepertinya membawa luka yang dalam untuk Fia. Dia tak berhenti menangis
dan mengasihani binatang malang itu. Dia masih kecil saat kita punya binatang
peliharaan. Tingkahnya yang polos dan lugu benar-benar menyukai Hyde seperti
mainan baru yang begitu dia sayangi. Makanya waktu Hyde pergi, dia sedih dan
terpukul. Aku merasa menyesal sekarang menertawakan tingkah polosnya menangisi
Hyde. Bagiku, dia hanya semacam peliharaan yang jika sudah harus mati ya sudah.
Mau apa lagi?
Tapi Ibuku
mengatakan bahwa memang semua makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Memang di
sana lah letak kesulitan mempunyai binatang peliharaan. Kita harus senantiasa
merawat, menyayangi, dan yang lebih penting memperhatikan makanan dan
kesehatannya. Karena bila lalai sedikit saja, dia akan mati.
Mungkin Ratna
merasa bersalah karena hamster miliknya itu mati karena sakit. Padahal aku tahu
dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawatnya. Itu sebabnya sampai
sekarang dia tak ingin punya peliharaan lagi.
Tapi waktu Haebum
datang ke rumah, rasanya ada perubahan besar yang terjadi. Karena Fia sudah
bisa mengobati rasa sedihnya ditinggal mati Hyde, maka kita memutuskan untuk
mempunyai peliharaan lagi.
Haebum
benar-benar dimanjakan dan diperlakukan bak Raja. Dia sekarang sudah memiliki
kandang yang lebih besar, dia punya merk sampo yang wangi, punya merk makanan
kesukaan sendiri, vitamin, mainan, dan kadang kala diperiksakan ke dokter untuk
mengobati sakitnya. Benar-benar kucing istimewa. Kita semua benar-benar
menyukai aegyo kucing manis ini kala bermanja-manjaan, minta dielus, atau ingin
keluar kandang. Dan Haebum menjadi kucing pertama yang tidak bisa kubenci
karena alasan apapun.
Meski merawat
kucing susah, tak ada yang kerepotan menerima Haebum menjadi bagian dari
keluarga ini. Dia sudah seperti anak laki-laki di keluarga yang kesemua anaknya
cewek ini. Fia menganggap Haebum adik laki-lakinya. Dan Ayah sangat dekat
denganya sampai-sampai waktu Ayah tidur, kucing manis itu selalu ikut terbaring
di sampingnya. Bergaya telentang sama persis seperti yang Ayah lakukan.
Aku belum bisa
sedekat itu dengan Haebum. Kadang aku masih kagetan dan takut-takut untuk
menyentuhnya terlebih dahulu. Belum terbiasa dengan binatang ini walau sudah
lebih dari 2 kali aku bertemu saat pulkam.
Ya, pandangan
hidupku tentang kucing berubah sejak aku bertemu dengan si coklat putih ini. Haebum.
---
Haebum keluar
rumah. Hilang. Dan kita semua panik mencarinya. Ternyata kucing ini cukup
cerdik untuk memanjat dan mencari celah sempit untuknya keluar rumah. Setelah
hampir setengah jam berteriak-teriak memanggil namanya, akhirnya batang hidungnya
muncul juga. Karena area sebelah rumah adalah ladang yang sedang ditanami tebu,
cukup sulit juga melihat pergerakan hewan mungil ini. Saat dia ditemukan,
sebagai hukuman dia harus tinggal di kandang dan tidak boleh keluar sehari
setelah itu. Dari sana, kita membuat peraturan untuk tidak membuka pintu atau
celah apapun agar si manis ini tidak seenaknya keluyuran. Peraturan yang cukup
ketat bukan? :)
Nah, kesukaannya
yang lain selain jalan-jalan di ladang sebelah rumah adalah standby di sebelah
Ayah yang mau pergi ke masjid dengan memakai sarung. Setelah adan Magrib, Haebum
akan menunggu di pintu depan untuk mengantar Ayah pergi. Bahkan dia sudah
bersiap-siap waktu tahu Ayah mulai memakai sarungnya.
Satu hal yang
sangat dia hafal adalah bunyi pintu gerbang. Saat dibuka, gerbang rumah akan
berbunyi gesekan yang lumayan keras terdengar bahkan sebelum si tamu mengetok
pintu atau memencet bel. Saat itu juga dia akan lari mendului kita yang akan
membuka pintu. Mungkin dia begitu ingin main keluar. Dan dia akan sigap disana
waktu si pemilik, Fia, pulang sekolah. Dia selalu menunggunya dibalik pintu.
Dan setelah Fia berganti baju, dia akan cuddling di pakaian kotor Fia. Entah
kenapa dia suka sekali bau badan Fia. Di antara keluarga kami, memang Fia lah
yang paling dekat dengannya. Waktu dengan Fia, tak ada sedikitpun canggung atau
takut. Dia begitu mempercayai Fia. Mungkin, sebagai sahabat baiknya.
---
Kepulanganku
kali ini pun karena aku punya waktu kosong ujian di Gunadarma. Karena aku belum
punya pekerjaan lagi, aku merasa perlu untuk pulang selagi banyak waktu luang.
Toh, kalau aku sudah bekerja atau berumah tangga dengan lelaki lain aku akan
sulit untuk menikmati waktu bersama dengan keluarga seperti sekarang.
Saat itu aku tak
sadar ada perubahan banyak pada Haebum. Dia tambah kurus, susah makan, dan suhu
tubuhnya kurang stabil. Dia masih manja dan enerjik seperti biasanya. Aku sama
sekali tak mengira inilah terakhir kalinya aku bisa bertemu Haebum lagi.
Aku masih tak
percaya waktu membaca sms Bapak jika Haebum sudah pergi. Memang, beberapa hari
yang lalu Ibu menginfokan kalau Haebum sakit dan diperiksa oleh dokter. Tapi
kalau ternyata sampai sekarat dan mati, aku benar-benar terkejut.
Pasalnya rasanya
baru kemarin aku mengelus dan memanja dia. Baru kemarin rasanya kita begitu
dekat. Baru kemarin rasanya aku memutuskan mengajak Fia membersikan kandang si Haebum
karena sejak pertama kalinya dibeli kandang itu sama sekali belum dibersihkan.
Baru kemarin rasanya melihat tubuhnya basah oleh air karena dimandikan, dan
mencium wangi samponya yang enak. Rasanya baru kemarin. Dan mengingat itu semua
membuat air mataku tak bisa dibendung, mengalir deras.
Haebum
benar-benar kita cintai. Bukan sebagai hewan peliharaan belaka namun sebagai
bagian dari keluarga. Dia mengisi hari-hari yang kosong dengan polah tingkahnya
yang lucu dan menggemaskan. Dia menemani Fia yang kesepian dirumah, menjadi
teman sejawat Ayah, dan memberikan suara pada rumah kami yang sepi. Bagi kami, Haebum
adalah segalanya yang kami miliki.
Entah sejak
kapan aku merasa sesayang ini sama dia. Tapi mengingat adikku akan terluka
lagi, dan ada bagian dari keluarga kami yang kurang, membuatku tak habis-habis
bersedih. Meski suatu saat kita akan punya peliharaan baru lagi, tapi kami
tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Haebum di hati kami. Kami merasa
sangat kehilangan, bahkan Ibu bilang Ayah juga menangis karena kematian kucing
manis itu.
Mungkin begini
rasanya kehilangan sesuatu yang menjadi kesayangan kita. Berkat Haebum aku jadi
paham mengapa banyak orang yang rela memberikan treatment terbaik untuk
peliharaan mereka walau mahal, kebingungan disaat peliharaan mereka hilang
sampai rela menghubungi polisi untuk mencarinya, dan begitu bersedih saat harus
berpisah, apalagi ditinggal mati.
Sekarang aku bisa
merasakannya. Bahwa makhluk ciptaan Allah itu bernyawa. Dan sudah sepantasnya
kita memperlakukan mereka sepantasnya. Dan mereka bisa jadi sangat menyayangi
kita, sebagaimana kita menyayangi mereka, jika kita perlakukan mereka dengan
baik. Karena bagi mereka, kita ini bukan hanya sekedar majikan, tapi seseorang
yang mereka percaya sepenuh hati untuk selalu bersama hingga tiada nanti.
Farewell Haebum, my newest and
dearest family member, a naughty yet charming cat. Althought the companion of
us all kinda short, but we really happy to look out for you. We really sad
you're gone. We hope you have a better life there. You'll never be replaced in
our heart forever. You taught me everything I didn't know before. You make my
heart flutter. You make me believe that being with you is the most adorable and
magical thing could happen into my life for the first time. Thank you for
coming to us. Thank you for everything. :)
---
08.06.2014
In memoriam of Haebum. A nice and cutey cat.
0 comments:
Post a Comment