Menghabiskan weekend bersama keluarga itu merupakan hal wajib yang paling dinantikan. Apalagi buat yang masih single dan happy sepertiku (??), pulang ke rumah itu sesuatu yang harus dilakukan sering-sering. Nah, kali ini, aku menghabiskan waktu sama keluarga piknik ke Jogja. Udah lama juga nggak jalan-jalan ke Jogja karena terakhir adekku udah nggak kerja dan ngekos disana. Males harus nyari penginapan de el el, makanya jadi nggak pernah ke sana lagi.
Kali ini kita pergi ke tempat yang adem-adem. Kaliurang. Di sana ada banyak objek wisata menarik yang pastinya nggak nyesel kalo dikunjungi. Salah satunya ya Museum Ullen Sentalu ini. Dibangun dengan megahnya di tengah hutan daerah kaliurang, lokasinya susah kalo nggak menggunakan kendaraan pribadi. Selama berangkat dan pulang, hanya satu kali mobil kami berpapasan sama kendaraan umum (semacem kopaja) yang lewat di jalan itu.
Museum ini unik dengan gaya modern kultur yang selaras dengan perkembangan jamannya. Jika museum lain terkesan masih tradisional dengan menjunjung segala keaslian dan keindahan masa lampaunya, aku bisa melihat museum ini mengusung nilai-nilai budaya luhur yang dipadukan dengan arsitektur modern dan megah.
Tiket masuknya untuk pribumi (ceileh) dewasa seharga Rp. 30.000 untuk anak-anak Rp. 15.000. Sedangkan harga berbeda diberlakukan untuk bule yang berkunjung, Rp. 50.000 dan Rp. 30.000 untuk anak-anaknya. Aku nggak terlalu memperhatikan tulisan kalau sebenarnya anak-anak yang dimaksud di tulisan ternyata umur 5 sampai 16 tahun. Bukan balita dan semacamnya. Ya, harusnya sih adekku bayar separo harga dong secara dia belum 17 tahun. Tapi dengan PDnya aku masukin dewasa. Hahaha... kurang perhatian sih.
Di sana sudah dijelaskan kalau masuk museum ini ada semacam pemandu tournya. Jadi kita nggak sembarangan masuk dan melihat-lihat layaknya di galeri lain. Dan uniknya lagi, di museum ini dilarang mengambil foto di dalamnya. Entah karena alasan apa, mungkin safety and efficiency. Karena waktu tour kita benar-benar menghabiskan waktu 50 menit dengan cepat berpindah dari satu ruangan ke ruangan berikutnya.
Berikutnya kita diberi minuman khas yang made in Ullen Sentalu, terbuat dari campuran jahe, kencur, madu, daun sirih, yah seperti itu yang dirasa. Rasanya enak dan unik. Lalu diajak berfoto di akhir di depan arca yang dibuat mirip seperti pahatan di Candi Borobudur.
Tour Guidenya kebetulan mbak-mbak yang masih muda dan sepertinya hafal betul sejarah dilihat dari betapa runtutnya penjelasan dari mulai ruangan depan sampai belakang semuanya nggak ada yang ke-skip. Walau pas kunjungan kita ke sana, ada kesalahan teknis di bagian lampu (ada yang tidak nyala dan otomatis lukisan atau foto disitu nggak bisa terlihat)
Memasuki ruangan utama, kita dipersilahkan masuk lewat pintu kecil yang terhubung dengan lorong berliku sebelum masuk ke ruangan utama. Sekali lagi, karena selama tour tidak boleh bawa kamera dan foto-foto, Jadi bisa dibayangin aja deh betapa serunya masuk ke museum ini. Ruangan pertama berisi alat musik tradisional yang dulu sering dipakai untuk acara penyambutan tamu. Ada legenda dan misteri yang menyelimuti setiap cerita yang dihadirkan di sana.
Berpindah ke ruangan lain, setelah keluar dari lorong, kita dibawa ke ruangan-ruangan yang memasukinya, seperti melewati labirin yang berkelok-kelok. Katanya sih itu menggambarkan kehidupan manusia yang juga penuh dengan liku-liku.
Ruangan demi ruangan menceritakan kisahnya masing-masing. Mereka dibuat seperti rumah-rumah di atas air dan layaknya perkampungan berkumpul jadi satu. Satu demi satu ruangan, pemandu menceritakan sosok yang ada di balik pembuatan musium ini. Ada pameran batik kerajaan yang pada jamannya hanya boleh dipakai oleh keluarga ningrat saja. Ada kumpulan foto yang menceritakan kisah di jaman tersebut. Dan yang paling aku suka, ada satu ruangan berisi puisi dan prosa yang ditulis tangan (jadi semacam surat) yang dipergunakan untuk menghibur temannya yang susah move on (namanya aku lupa maaf T_T), yang digantung dan dipigura di dinding. Tulisan itu diterjemahkan dalam berbagai bahasa mulai dari inggris sampai jepang. Jaman itu, ternyata ada cerita menyedihkan dan mengharukan macam itu.
Seperti yang dijanjikan, saat tur selesai, kita diperbolehkan foto-foto di area yang memang diijinkan untuk foto, yaitu arca Borobudur tadi. Uniknya, arca tersebut dibuat miring, bukannya lurus layaknya arca asli. Sejarahnya adalah sang pendiri museum merasa prihatin akan generasi sekarang yang kurang menghargai budaya kita sendiri. Padahal ada begitu banyak hal yang membuat kita bisa bangga pada apa yang dimiliki oleh negeri sendiri.
Museum Ullen Sentalu ini membuktikan ada begitu banyak hal yang bisa dipelajari dan dinikmati sebagai bentuk apresiasi kita terhadap para leluhur. Tanpa adanya budaya dan tradisi, manusia takkan bisa berlaku rasional dan mahfum terhadap apa yang terjadi di sekitar.
Sudah sepantasnya kita bangga jadi warga Indonesia kan?
0 comments:
Post a Comment