“Nanti siang aku ke rumahmu deh! Eh, nggak-enggak. Sore aja. Jam 4-an, kalo enggak ya 5-an.” Tegas Hero sekali lagi dari seberang.
Revina menguap. “Oke. Met jumpa nanti sore.” Tutupnya. Tanpa menunggu jawaban balasan dari seberang, Revi sudah menekan tombol merah di hapenya.
Hero menghembuskan nafas maklum. Tadi si Revi memang laporan kalo dia lagi nggak enak badan. Apalagi akhir-akhir ini, nggak tau kenapa, rasanya jauh…
* * *
Jam 4 lebih seperempat Hero sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Revi sendiri yang membukakan pintu. Saat ditatapnya siapa yang datang, Revi mempersilahkan dia masuk begitu saja bahkan tanpa melihat wajahnya.
Hero menghela nafas lagi. Lalu mengikuti Revi yang terduduk di sofa memeluk bantal kursinya yang lembut.
“Aku bawakan apel kesukaan kamu.” Kata Hero lagi sambil menaruh bungkusan plastik di atas meja. Revi terdiam. Hanya menatap bungkusan itu dengan tatapan kosong.
Hero jadi bingung mau mengatakan apa. Sekarang dia hanya terdiam mengikuti Revi yang juga mematung menatap langit-langit. Tanpa kata.
Tadi dia sempet telat karena mengantar teman ‘baiknya’ yang baru pergi nyari buku di Gramed. Revi tau itu. Tapi dia cepat-cepat mengutuki dirinya sendiri karena tau Hero pergi sama cewek lain. Lebih baik buatnya untuk nggak tau sama sekali dari pada tau tapi berpura-pura nggak tau kayak gini. Hatinya jadi panas. Mengikuti temperatur badannya yang meninggi.
Hero menatap ceweknya penuh rasa bersalah. ‘Apa aku udah keterlaluan ya?’ begitu batinnya berulang-kali. Sampai akhirnya, karena kekosongan dan kesunyian itu nggak berhenti melanda, akhirnya Hero pamit.
“Oke, moga kamu cepet sembuh ya…”
“Ro…!” panggil Revi ragu melihat Hero akan beranjak dari duduknya.
“Ya?” Hero menengok.