Friday, April 25, 2014

Tentangku dan Kamu

Cewek memang susah dimengerti. Hari ini bisa manja-manjanya, beberapa jam kemudian jadi sensi maksimal. Besoknya, baik-baik lagi, as nothing happened. What a real troublesome

Sebenarnya saat mereka bahagia,  kita juga ikut bahagia. Lain soal jika mereka sedang sensi. Entah lagi pms atau apa, selalu kita yang jadi sebab. Dan juga bahan pelampiasan kekesalan mereka. Yang lebih menyebalkan dari itu, kita dituntut untuk bisa mengerti apa yang sedang mereka alami, dan paham apa yang mereka rasakan. Mungkin mereka pikir laki-laki itu cenayang. Sorry, correction. Semua laki-laki itu cenayang. Jadi ketika mereka kesal kita harus tahu apa sebab musababnya. Brilliant!

Huff, kerjaan belum beres, masih ada setumpuk laporan menunggu, Bos hari ini sikapnya totally annoying, partner kerjaku seharian ga masuk dan tugasnya dilimpahkan ke aku begitu saja. Perjuangan pulang naik commuter juga nggak bersahabat. Sudah semalam ini masih juga nggak ada kursi kosong untuk sekedar meregangkan kaki. Si Rendi telat jemput. Belum makan dari siang. Perfecto!


"Maaf ya, tadi keasikan main futsal. Anak-anak ga tau kenapa semangat banget hari ini." aku berusaha memasang senyum terbaikku waktu menjemputnya di stasiun. Dia nggak menjawab apa-apa dan langsung naik ke jok belakang. Alamat buruk ini.
"Mau makan dimana?"
Dia masih diam.
"Sayang.." kataku lagi karena mungkin dia tak mendengar ucapanku sebelumnya.
"Hmm." balasnya singkat. Aku menghela nafas.
"Mau makan dimana?"
"Nggak laper. Langsung balik aja."
Yah, begini lah jadinya. "Ya udah."
Sesampainya di depan kontrakannya, aku bertanya lagi. "Bener nggak mau makan dulu?"
Dia menggelengkan kepala.
"Kamu nggak apa-apa kan hari ini?"
Dia menggeleng lagi.
"Ya sudah aku balik ya."
Lama dia nggak merespon. Akhirnya aku putuskan untuk melajukan motorku pergi. Entah. Terlalu bingung untuk tetap tinggal.

Crap! Batiku dalam hati. Sesaat setelah melihat balasan sms dari Rendi yang sudah aku tunggu 15 menitan yang lalu cuman bilang ok titik. Dia nggak tahu apa perutku udah melilit minta jatah makan?
Aku udah laper ni sayang. Balasku cepat.
Menunggu lima menit balasan darinya berasa setahun.
Ya. Tunggu ya.
Dan aku harus menunggu lagi. Sepuluh menit kemudian tanpa rasa bersalah dia cengar-cengir ngimongin futsal. Ya ampun, dari sejam yang lalu aku udah wanti-wanti dia buat jemput padahal. Masih aja ngasih alasan nggak logis.
Saking kesalnya aku jadi lupa kalo aku lapar berat. Jadi ajakan makan juga nggak mempan lagi buat aku. Dan dia cuman nanya kamu nggak papa? Astagaa, teganya. Bahkan dia pergi sebelum aku bilang apa-apa. Ikh, makin kesal saja.

Next Day.
 
"Aku jemput sekarang ya." kataku di telpon. Aku mendengar penolakan. Suaranya lemas dan nggak bertenaga. Pasti dia sakit lagi. Haah, cewek itu emang nggak pernah belajar dari kesalahan.

"Ayo makan dulu, aku bawakan bubur." katanya. Dia memaksa masuk kamarku padahal udah jelas tadi aku bilang nggak papa. Lagian dia kan seharusnya udah berangkat kerja sekarang.
"Ren, kamu pergi aja. Kerjaan kamu gimana?"
"Nggak usah mikirin kerjaan orang. Pikirin aja diri kamu sendiri. Maksa ga makan padahal laper. Jadi sakit begini kan?"
Dia marah. Wajar sih. Mungkin aku keterlaluan semalam. Tapi aku kan capek mampus. Udah gitu dia juga yang bikin aku kesal. Coba kalo kemaren dia nggak telat jemput.
"Ayo dimakan." dia menyuapkan sesendok bubur.
Coba kalo dia begini tiap hari. Mungkin aku rela sakit terus aja biar dia segini perhatiannya.
"Ren." panggilku pelan.
"Hmm." dia sedang membuatkanku susu di dapur.
"Makasih ya."
Dia tersenyum.
"Lain kali kalo ada apa-apa bilang. Kamu ini sukanya bikin kuatir aja." katanya sambil menyerahkan segelas susu hangat padaku.
"Kemarin ada masalah apa?"
Lalu aku menceritakan semua. Soal pekerjaan, soal atasan, rekan kerja. Aku nggak sadar sedari tadi Rendi hanya memandangiku sembari tersenyum.
"Nah, kalo cerita begitu kan aku jadi tau masalahnya apa. Janga  tiba-tiba ngambek tanpa sebab dong. Kan aku juga nanti yang susah." dia mengacak rambutku pelan.
"Tapi kamu juga nyebelin. Masak aku minta jemput dari jam berapa, kamu datengnya jam berapa. Kan aku udah bilang aku laper banget." kataku nyinyir.
"Iya. Aku juga salah. Maaf ya, lain kali kalo kamu nggak kuat nungguin aku, beli apa kek ganjel perut dulu." dia menggenggam tanganku. "Kamu kan bukan bocah umur 3 tahun yang masih disuapi."
Aku memonyongkan bibirku sebal. Masih aja bercanda.
Dia tertawa. "Kalo diomongin begini kan enak, jadi kita sama-sama tahu. Jangan bikin cowok selalu ada di posisi yang salah dong."
Aku mengangguk. "Asal posisikan juga cewek dengan adil dan perhatian."
Dia mencium tanganku hangat. "Ya, I know. I should."

*end*

0 comments:

Post a Comment

 
;