Cewek memang susah dimengerti. Hari ini bisa manja-manjanya, beberapa
jam kemudian jadi sensi maksimal. Besoknya, baik-baik lagi, as nothing
happened. What a real troublesome.
Sebenarnya saat mereka bahagia,
kita juga ikut bahagia. Lain soal jika mereka sedang sensi. Entah lagi pms
atau apa, selalu kita yang jadi sebab. Dan juga bahan pelampiasan kekesalan
mereka. Yang lebih menyebalkan dari itu, kita dituntut untuk bisa mengerti apa
yang sedang mereka alami, dan paham apa yang mereka rasakan. Mungkin mereka
pikir laki-laki itu cenayang. Sorry, correction. Semua laki-laki itu cenayang.
Jadi ketika mereka kesal kita harus tahu apa sebab musababnya. Brilliant!
Huff, kerjaan belum beres, masih ada setumpuk laporan menunggu, Bos
hari ini sikapnya totally annoying, partner kerjaku seharian ga masuk dan
tugasnya dilimpahkan ke aku begitu saja. Perjuangan pulang naik commuter juga
nggak bersahabat. Sudah semalam ini masih juga nggak ada kursi kosong untuk
sekedar meregangkan kaki. Si Rendi telat jemput. Belum makan dari siang.
Perfecto!
"Maaf ya, tadi keasikan main futsal. Anak-anak ga tau kenapa
semangat banget hari ini." aku berusaha memasang senyum terbaikku waktu
menjemputnya di stasiun. Dia nggak menjawab apa-apa dan langsung naik ke jok
belakang. Alamat buruk ini.
"Mau makan dimana?"
Dia masih diam.
"Sayang.." kataku lagi karena mungkin dia tak mendengar
ucapanku sebelumnya.
"Hmm." balasnya singkat. Aku menghela nafas.
"Mau makan dimana?"
"Nggak laper. Langsung balik aja."
Yah, begini lah jadinya. "Ya udah."
Sesampainya di depan kontrakannya, aku bertanya lagi. "Bener nggak
mau makan dulu?"
Dia menggelengkan kepala.
"Kamu nggak apa-apa kan hari ini?"
Dia menggeleng lagi.
"Ya sudah aku balik ya."
Lama dia nggak merespon. Akhirnya aku putuskan untuk melajukan motorku
pergi. Entah. Terlalu bingung untuk tetap tinggal.
Crap! Batiku dalam hati. Sesaat setelah melihat balasan sms dari Rendi
yang sudah aku tunggu 15 menitan yang lalu cuman bilang ok titik. Dia nggak
tahu apa perutku udah melilit minta jatah makan?
Aku udah laper ni sayang. Balasku cepat.
Menunggu lima menit balasan darinya berasa setahun.
Ya. Tunggu ya.
Dan aku harus menunggu lagi. Sepuluh menit kemudian tanpa rasa bersalah
dia cengar-cengir ngimongin futsal. Ya ampun, dari sejam yang lalu aku udah
wanti-wanti dia buat jemput padahal. Masih aja ngasih alasan nggak logis.
Saking kesalnya aku jadi lupa kalo aku lapar berat. Jadi ajakan makan
juga nggak mempan lagi buat aku. Dan dia cuman nanya kamu nggak papa? Astagaa,
teganya. Bahkan dia pergi sebelum aku bilang apa-apa. Ikh, makin kesal saja.
Next Day.
"Aku jemput sekarang ya." kataku di telpon. Aku mendengar
penolakan. Suaranya lemas dan nggak bertenaga. Pasti dia sakit lagi. Haah, cewek
itu emang nggak pernah belajar dari kesalahan.
"Ayo makan dulu, aku bawakan bubur." katanya. Dia memaksa
masuk kamarku padahal udah jelas tadi aku bilang nggak papa. Lagian dia kan
seharusnya udah berangkat kerja sekarang.
"Ren, kamu pergi aja. Kerjaan kamu gimana?"
"Nggak usah mikirin kerjaan orang. Pikirin aja diri kamu sendiri.
Maksa ga makan padahal laper. Jadi sakit begini kan?"
Dia marah. Wajar sih. Mungkin aku keterlaluan semalam. Tapi aku kan
capek mampus. Udah gitu dia juga yang bikin aku kesal. Coba kalo kemaren dia
nggak telat jemput.
"Ayo dimakan." dia menyuapkan sesendok bubur.
Coba kalo dia begini tiap hari. Mungkin aku rela sakit terus aja biar
dia segini perhatiannya.
"Ren." panggilku pelan.
"Hmm." dia sedang membuatkanku susu di dapur.
"Makasih ya."
Dia tersenyum.
"Lain kali kalo ada apa-apa bilang. Kamu ini sukanya bikin kuatir
aja." katanya sambil menyerahkan segelas susu hangat padaku.
"Kemarin ada masalah apa?"
Lalu aku menceritakan semua. Soal pekerjaan, soal atasan, rekan kerja.
Aku nggak sadar sedari tadi Rendi hanya memandangiku sembari tersenyum.
"Nah, kalo cerita begitu kan aku jadi tau masalahnya apa.
Janga tiba-tiba ngambek tanpa sebab
dong. Kan aku juga nanti yang susah." dia mengacak rambutku pelan.
"Tapi kamu juga nyebelin. Masak aku minta jemput dari jam berapa,
kamu datengnya jam berapa. Kan aku udah bilang aku laper banget." kataku
nyinyir.
"Iya. Aku juga salah. Maaf ya, lain kali kalo kamu nggak kuat
nungguin aku, beli apa kek ganjel perut dulu." dia menggenggam tanganku.
"Kamu kan bukan bocah umur 3 tahun yang masih disuapi."
Aku memonyongkan bibirku sebal. Masih aja bercanda.
Dia tertawa. "Kalo diomongin begini kan enak, jadi kita sama-sama
tahu. Jangan bikin cowok selalu ada di posisi yang salah dong."
Aku mengangguk. "Asal posisikan juga cewek dengan adil dan
perhatian."
Dia mencium tanganku hangat. "Ya, I know. I should."
*end*
0 comments:
Post a Comment