Kuingin kau ada bersamaku. Selalu di
sampingku. Sampai kita sendiri lupa bagaimana caranya untuk berpisah.
Nizi memejamkan matanya. Langit hari ini
penuh dengan bintang. Malam yang indah di antara hari-hari yang kelabu
akhir-akhir ini. Malam yang biasanya dia habiskan bersama dengan seseorang yang
begitu berarti baginya. Bahkan gemerlap bintang gemintang tak dapat menutup
luka yang tengah menganga di hatinya. Keindahan langit malam di Bandung kali
ini, malah membawa pikirannya melayang jauh, membelah dimensi dan mengumpulkan
kembali serpih sakit yang begitu ingin dia lupakan belakangan ini.
Kenapa kamu harus meninggalkan aku Bi?
Pertanyaan itu berulang dan terus
berputar di otaknya. Kian menggema. Kian jelas. Kian menambah kesepian itu.
Kamu ingkar janji Biaz.
Kata-kata itu terlontar keluar dari
pikirannya. Kemudian Nizi menggeleng kuat-kuat. Berusaha menekan nyeri yang
menjalar di dada. Setetes air sebening kristas menguar dari ujung matanya.
Maaf ya Bi. Ternyata aku memang nggak
sekuat itu.
Tetesan lain berhamburan. Kali ini
bekerjaran seperti hujan yang rintik membasahi bumi.
Nizi menelungkupkan kepalanya. Tangisan
yang sudah berhari-hari. Bahkan berminggu-minggu ia tahan itu, akhirnya
mengalir lagi. Sama derasnya waktu seseorang yang dia rencanakan untuk
menghabiskan banyak waktunya di masa depan pergi. Meninggalkan hatinya yang
porak poranda penuh derita.